Jumat, 24 September 2010

"Membongkar Gurita Cikeas" Jilid II

Laporan: Teguh Santosa

GEORGE JA/IST
  
RMOL. Di tengah sakit jantung dan darah tinggi yang dideritanya, corruption investigator George Junus Aditjondro tengah berjuang menyelesaikan jilid kedua “Membongkar Gurita Cikeas”.
“Buku ini akan dua kali lebih tebal dari jilid pertama,” ujar George Junus Aditjondro yang tadi malam juga menghadiri “halal bihalal plus” di kediaman ekonom senior Rizal Ramli di Jalan Madrasah, Jakarta Selatan tadi malam (Senin, 20/9).
Sejauh ini, sambung George, 70 persen bahan untuk jilid kedua MGC ini telah terkumpul di laptopnya. Dia membutuhkan waktu sekitar dua minggu penuh untuk merampungkan penulisan.
“Nanti akan dicetak dengan hard cover,” imbuhnya.
Salah satu bagian di dalam buku itu mengupas cara-cara ilegal untuk memenangkan pemilihan umum. George telah mengunjungi sejumlah daerah pemilihan politisi-politisi Partai Demokrat dan menemukan kejanggalan dan jejak money politics di sana.
Dia juga mengatakan, dalam pemilihan presiden yang lalu sejumlah bank swasta besar yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing juga memberikan donasi kepada tim sukses SBY. Hal itu tentu saja melanggar aturan, katanya.
George membandingkannya dengan donasi yang pernah diberikan pemilik Lippo Bank James Riady kepada kubu Bill Clinton dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 1996 lalu. James Riady akhirnya dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman kerja sosial. Sementara di Indonesia, hal seperti itu walaupun melanggar peraturan tidak mendapat sanksi hukuman.
Bagian lain di dalam jilid kedua MGC akan memuat cerita sejumlah aktivis gerakan mahasiswa yang telah didekati SBY saat dia menjabat sebagai Danrem di Jogjakarta. Aktivis-aktivis itulah, masih kata George, yang kini mendampingi SBY di Istana.
George pun tidak mau lagi menyebut SBY sebagai Presiden Indonesia.
“Saya menyebutnya orang yang menyebut dirinya sebagai presiden. Mengapa? Karena pilpreas tidak benar dan kemenangannya diperoleh dengan cara ilegal.
Dalam kesempatan tadi malam, George juga mengedarkan beberapa eksemplar buku terbaru yang ditulisnya di tengah sakit yang dideritanya. Buku berjudul “Pragmatisme: Menjadi to sugi dan to kapur di Toraja” bercerita tentang jejaring korupsi yang juga melibatkan pranata adat dan lembaga keagamaan di Tana Toraja.

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

Sulteng 2011–2016

Oleh: DR Hasanuddin Atjo MP *

TULISAN ini hanya sebuah gagasan yang mungkin saja akan bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagai salah satu referensi untuk menyusun sebuah grand design pembangunan di Sulawesi Tengah 2011-2016. Semakin banyak referensi yang mengilhaminya, maka harapan kita adalah terciptanya sebuah grand design yang mendekati kesempurnaan. Sulawesi Tengah adalah provinsi yang berbasis sumberdaya alam, memiliki luas daratan 63.000 km2 (setelah dikoreksi), luas wilayah laut 193.000 km2 dengan panjang garis pantai 4013 km dan memiliki pulau-pulau kecil 1020 buah, dengan kata lain sekitar 38 % luas wilayah Sulawesi berada di Sulawesi Tengah. Di dalamya terkandung sejumlah potensi, diantaranya potensi pengembangan kelautan dan perikanan, perkebunan, peternakan, pangan dan hortikultura, kehutanan, pariwisata serta pertambangan.
Evaluasi lima tahun (2004 -2008) menunjukkan bahwa kemajuan perekonomian daerah ini cukup menggembirakan, utamanya kalau dibandingkan dengan provinsi di kawasan timur Indonesia lainnya. Nilai PDRB Sulawesi Tengah pada 2008 sebesar Rp14,746 Triliun dan berada pada urutan ke-5 dari 12 povinsi di kawasan timur Indonesia, setelah Sulsel (Rp44,549 Triliun), Papua (Rp18,915 Triliun), NTB (Rp16,80 Triliun), dan Sulut (Rp15,428 Triliun).
Namun yang membanggakan kita bahwa pertumbuhan PDRB rata-rata Sulteng adalah yang tertinggi dari 12 provinsi yaitu 7,63%, menyusul Sultra 7,62% dan Gorontalo 7,23%. Kita berharap dengan grand design yang baik, PDRB di Sulteng pada 2016 akan lebih baik lagi, setidaknya berada pada posisi ke-2 setelah Sulawesi Selatan atau katakanlah meningkat dua kali lipat menjadi Rp29,492 Triliun. Ini tentunya perlu didukung dan diperjuangkan, serta kerja keras dari kita semua, insyah Allah. Meningkatnya PDRB secara signifikan tentunya akan berimplikasi terhadap berkurangnya angka kemiskinan (pro poor), membuka lapangan kerja (pro job), dan mendorong perkembangan ekonomi wilayah (pro growth).
Pertanyaannya, bagaimana strategi untuk mewujudkan impian atau obsesi itu? Jawabnya, ada dua program utama yang harus menjadi fokus kita, yaitu modernisasi teknologi dan reformasi birokrasi. Malaysia, negara yang luasnya hampir sama dengan pulau Sulawesi, mendorong ekonominya dengan memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif dan efisien. Sejak lama negeri ini telah mengimplementasikan dua program itu secara parallel serta konsisten. Kini negeri ini telah menjadi bangsa yang ekonominya maju pesat, antara lain penghasil karet dan sawit terbesar dunia, penghasil udang yang diperhitungkan dan bahkan beberapa produk pangan seperti telur ayam telah masuk ke pasar domestik Indonesia dengan harga yang lebih murah.
Pada tahun 2008 nilai IPM (indeks pembangunan manusia) negeri ini berada di urutan 66 dunia dengan nilai 0,829 dari 182 negara yang diukur. Sedangkan Indonesia berada di rutan 111 dengan nilai 0,734. Sebelumnya kita tahu bahwa di bidang pertanian (arti luas) mereka banyak belajar dari Indonesia, bahkan banyak lulusan pertanian negeri kita pada waktu itu hingga sekarang bekerja di Malaysia. Karena itu tidak heran kalau saat ini bangsa negeri jiran itu memiliki rasa percaya diri dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan-perubahan global. Indikasi ini dapat dilihat antara lain menolak tawaran pinjaman IMF dan cepat beradaptasi pada saat krisis finansial dunia tahun 1998 dan dalam beberapa tahun terakhir terindikasi berani melanggar kedaulatan negara kesatuan RI.
Pertanyaan selanjutnya adalah, modernisasi teknologi dan reformasi seperti apa yang diperlukan dan bagaimana implementasikannya?
MODERNISASI TEKNOLOGI
Kalau kita sepakat tentang arah pembangunan, maka salah satu arah pembangunan di provinsi ini adalah pengembangan industri berbasis pertanian. Mengapa? Karena provinsi ini memiliki sejumlah komoditi unggulan di antaranya rumput laut, ikan tuna, coklat, kelapa dalam, padi, hortikultura, ternak besar, rotan, kayu eboni dan wisata alam. Komoditi rumput laut dan coklat telah menjadikan Sulawesi Tengah sebagai penghasil bahan baku, raw material tiga besar di Indonesia. Selain itu share atau kontribusi sektor pertanian (arti luas) terhadap PDRB daerah ini lebih dominan dari delapan sektor lainnya yaitu sekitar 42% pada tahun 2008. Berkembangnya industri yang berbasis pertanian, menyebabkan nilai tambah terbesar akan berada di daerah ini.
Ketersedian bahan baku yang tepat mutu, jumlah dan waktu yang dikerjakan secara efektif dan efisien agar berdaya saing adalah wajib hukumnya bagi berkembangnya sebuah industri. Karena itu modernisasi teknologi pada hulu dan hilir menjadi mutlak adanya.
Ada dua hal yang menjadi titik kritis dalam melakukan modernisasi teknologi, yaitu meracik teknologi agar dapat diaplikasikan dan mempersiapkan masyarakat yang akan mengimplementasikan teknologi itu. Meracik teknologi aplikatif bukanlah perkara mudah karena diperlukan kemampuan dan kreasi untuk mensinergikan teknologi-teknologi dasar yang telah dihasilkan oleh lembaga riset dan perguruan tinggi. Sudah sangat banyak teknologi-teknologi dasar yang dihasilkan oleh putra bangsa termasuk di daerah ini, namun realitasnya masih terbentur kepada persoalan mensinergikannya dan baru selesai pada tataran melaksanakannya pada seminar, workshop ataupun laporan sebagai bentuk pertangungjawaban.
Mempersiapkan masyarakat yang akan mengimplementasikan teknologi ini juga sama sulitnya dan masih diperhadapkan pada masalah harmonisasi pusat dan daerah serta harmonisasi antar sektor. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan sebuah format untuk melaksanakan modernisasi teknologi di daerah ini.
REFORMASI BIROKRASI
Reformasi birokrasi di republik ini sudah berlangsung lama, namun belum memberikan sebuah perubahan yang signifikan. Reformasi bermakna sebagai upaya menata kembali satu kelembagaan agar fungsi yang diemban dapat diwujudkan secara maksimal. Sedangkan birokrasi adalah kelembagaan pemerintah yang berperan dalam penyelenggaraan pembangunan demi kesejahteraan rakyat seperti yang diamanatkan UUD 1945.
Dalam konteks tulisan ini, makna reformasi birokrasi adalah bagaimana semua komponen terkait mempunyai visi yang sama bahwa salah satu arah pembangunan di Sulawesi Tengah adalah “pengembangan industri berbasis pertanian”. Karena itu diperlukan perubahan mindset atau paradigma dan ini tentunya memerlukan sebuah proses yang panjang dan tidak mudah, namun harus dimulai.
Perubahan-perubahan itu tidak hanya terkait dengan perencanaan dan penganggaran, tetapi sampai kepada kemudahan, kecepatan dan ketepatan pelayanan kepada masyarakat dan pengusaha. Evaluasi 2005-2009 menunjukkan bahwa secara nasional dan provincial keberpihakan penganggaran terhadap sektor ini relatif kecil, demikian juga dengan kemudahan, kecepatan dan ketepatan pelayanan relatif lamban.
Sebagai contoh total anggaran pembangunan untuk sektor pertanian dari APBN dalam lima tahun terkhir kurang dari 4 persen demikian juga anggaran dari APBD provinsi di daerah ini. Ditengarai salah satu sebabnya adalah sektor ini belum sepenuhnya mampu memberikan argumentasi bahwa diperlukan dukungan angaran yang besar. Selain itu belum tercipta visi yang sama antara pusat dan daerah maupun antar sektor akan pentingnya pengembangan industri berbasis pertanian.
Selanjutnya kecepatan pelayanan investasi di sektor pertanian di Indonesia memerlukan waktu kurang lebih 100 hari sedangkan di Malaysia kurang dari 15 hari. Pada tahun 2011 rupanya sudah ada perbaikan ke arah sana karena anggaran APBN untuk sektor ini (tiga kementrian yaitu Kelautan-Perikanan; Pertanian dan Kehutanan) meningkat hampir 100%. Harapan kita tentunya mulai perencanaan, pengganggaran sampai kepada pelayanan di provinsi ini akan lebih baik dan salah satunya akan berpihak kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian.
IMPLEMENTASI
Semangat membangun sektor pertanian sejak dahulu telah ada, bahkan pada periode orde baru telah disusun rencana jangka pendek 5 tahunan, jangka menengah dan jangka panjang 25 tahunan yang dikenal dengan Repelita. Sasaran akhir dari pembangunan jangka panjang 25 tahunan adalah menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang berbasis pertanian. Semangat ini juga sampai ke daerah seperti di Sulteng dikenal dengan program Gerbosbangdesa (gerakan terobosan membangun desa) dan Gemabangdesa (gerakan mandiri membangun desa); di Sulsel dikenal dengan Triprogram dan di Sultra dengan sebutan Gersamata.
Semangat ini mulai sirna seiring dengan tuntutan reformasi pada waktu itu sehingga terjadi penyerahan kepemimpinan dari Presiden Soeharto ke wakilnya B.J. Habibie. Semangat ini semakin bertambah sirna setelah pemberlakuan otonomi daerah, oleh karena masing-masing kabupaten/kota merancang pembangunan pertaniannya cenderung berdasarkan keinginan masing-masing, tanpa koordinasi dan harmonisasi yang baik.
Saatnya semangat itu dibangun kembali, karena masyarakat di negeri sebahagian besar menggantungkan hidupnya kepada pemanfaatan sumberdaya alam khususnya pemanfaatan sumberdaya pertanian. Hanya saja dalam pengembangan ini ada pembagian tugas yang jelas antara pusat-provinsi dan kabupaten. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kewilyahan yang mana provinsi mengambil peran mengkordinasikan kabupaten/kota dan kabupaten berperan sebagai lokasi implementasi program.
Salah satu ilustrasi yang dapat digambarkan kepada kita adalah pengembangan komoditi rumput laut di Sulawesi Tengah. Berdasarkan kewilayahan maka pengembangan rumput laut dibagi menjadi tiga cluster yaitu Cluster I, Selat Makassar dan laut Sulawesi yang terdiri dari Kabupaten Buol, Donggala, kota Palu dengan pusat cluster Kabupaten Tolitoli; Cluster II, Teluk Tomini terdiri dari Kabupaten Poso, Tojo Unauna, Banggai dengan pusat cluster Kabupaten Parigi Moutong; Cluster III, Teluk Tolo yang terdiri dari Kabupaten Banggai Kepulauan, Banggai, dengan Kabupaten Morowali sebagai pusat cluster.
Dengan pendekatan seperti ini, maka pengembangan rumput laut akan berskala ekonomi dan industri akan terbangun. Pusat cluster akan berperan sebagai pusat informasi, distribusi dan processing. Demikianlah beberapa pemikiran yang dapat menjadi referensi bagi siapa saja demi kemajuan pembangunan di daerah ini. Semoga.(*)
(Hasanuddin Atjo, adalah Kadis Kelautan dan Perikanan Sulteng)

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

Tarif Listrik 2011 Tidak Naik, Asal Efisiensi PLN Ditambah

Sabtu, 25 September 2010 , 00:00:00 WIB

  
RMOL.Keputusan yang diambil peme­rintah dan Komisi VII DPR untuk tidak menaikkan tarif dasar listrik (TDL) amat bertumpu pada efi­siensi yang dilakukan oleh Peru­sahaan Listrik Negara (PLN).
Bila efisiensi PLN tidak terca­pai, ancaman kenaikan TDL ba­kal kembali menyeruak dikare­na­kan subsidi Rp 40,1 triliun yang di­se­diakan dalam rencana angga­ran pend­apatan belanja negara (RAP­BN) 2011 sulit ditambah.
Menurut Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harya, tahun depan dari sisi penggunaan bahan bakar, PLN ingin menghemat Rp 8,1 tri­liun dengan menggunakan bahan bakar gas dan energi alter­natif lain­nya. Ditambah penun­daan car­ry over subsidi listrik 2010 se­besar Rp 40,6 triliun, dipero­leh ruang untuk tidak menaikan TDL.
“Oleh karena itu, kita sangat mengapresiasi janji PLN itu. Per­masalahannya kini ada di pe­me­rintah untuk berpihak menga­loka­sikan gas yang ada utk me­me­nuhi kebutuhan PLN,” kata Riefky usai rapat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ES­DM) di Jakarta, Kamis (23/9).
Karena itu, dia mendesak pe­me­­rintah untuk mengamankan kebijakan yang sudah diputuskan dengan memberikan dukungan ba­gi PLN guna memperoleh ba­han bakar murah. Sementara DPR akan mengawal kesepa­ka­tan ini melalui Panitia Kerja Hulu Ke­listrikan guna memastikan efi­siensi penggunaan bahan bakar PLN dan energi terbarukan.
“Inti­nya kita ingin agar kebija­kan yang bagus ini bisa imple­men­tatif. Ja­ngan sampai karena ulah sege­lin­tir orang atau kelom­pok, apa yang sudah disepakati jadi tidak bisa terlak­sana,” tegas Riefky.
Yang pasti, kesepakatan yang telah diambil oleh pemerintah dan Komisi VII DPR tidak bisa berubah lagi dalam pembahasan bersama Badan Anggaran DPR.
Sebelumnya, Menteri ESDM Darwin Saleh mengusulkan sub­­­­si­di listrik se­besar Rp 41,02 triliun sebagai­mana ditetapkan dalam nota keuangan 2011. Ang­ka subsidi ter­sebut, terdiri dari sub­sidi ber­jalan Rp 36,4 triliun dan kekurangan subsidi tahun 2009 sekitar Rp 4,6 triliun.
Besaran subsidi pemerintah itu, belum termasuk kekurangan sub­sidi listrik Rp 12,7 triliun yang akan dikompensasi dengan kenai­kan TDL sebesar 15 persen per 1 Januari 2011. Sehingga ke­bu­tuhan subsidi sebesar Rp 53,7 triliun. Se­telah melalui perdeba­tan pan­jang, pemerintah dan Ko­misi VII DPR sepakat menutup keku­rangan sub­sidi Rp 12,7 tri­liun sebagai kom­­pen­sasi batal­nya TDL.

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

SBY Dinilai Gagal Atasi Konflik Antarinstitusi

JAKARTA - Petisi 28 menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  gagal mengatasi konflik institusi negara dan masyarakat. Salah satu contohnya adalah konflik Mahkamah Konstitusi (MK) di satu sisi, dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi dan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana di sisi lain terkait dengan putusan MK yang mengabulkan uji materi pasal 22 ayat (1) Undang-undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.

"Presiden SBY gagal memimpin penyelesaian konflik antar institusi negara dan masyarakat. Konflik ini menjadikan kinerja pemerintahan tidak dapat berjalan dengan efektif dan efisien," kata aktivis petisi 28, Haris Rusli Moti di sela-sela diskusi di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (24/9).

Menurutnya, bukti kegagalan SBY mengatasi konflik juga tampak pada Skandal Century antara KPK, Polri dan Kejaksaan Agung yang memuculkan Cicak versus Buaya. Contoh lain adalah perselisihan antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Kementrian Keuangan.

Di balik kegagalan mengatasi konflik, kata Haris, SBY justru membangun tameng-tameng untuk melindungi kelemahan dan kesalahan yang dilakukannya. Ia memberi contoh tentang pembentukan Satuan Petugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum maupun berbagai lembaga ad hoc lainnya yang tidak jelas tugas dan fungsinya.

"Kinerja Satgas Pembrantasan Mafia Hukum hingga saat ini tidak ada keberhasilannya yang signifikan. Justru kedudukan hukumnya sangat dipertanyakan," ujarnya.

Sehubungan dengan itu, Petisi 28 meminta pertanggungjawabn SBY selaku Presiden. "SBY seolah-olah terlepas dari pokok kesalahan kegagalannya mengatasi krisis kenegaraan. Untuk itu, kami menuntut SBY untuk segera mengambil langkah bijaksa dengan mengundurkan diri," ujarnya. (awa/jpnn)

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

Ruhut Bilang, Yusril "Biang Kerok", Mahfud "Aneh"

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Ruhut Sitompul dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), menuding mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra sebagai biang kerok polemik, akibat keluarnya amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung yang sah.

"Ketika dia jadi Menteri Hukum dan HAM, terakhir jadi Mensesneg dan posisinya aman-aman saja, Yusril tidak memperbaiki Undang-Undang (UU) Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan Agung. Tapi begitu dia tidak dapat jabatan dan ditetapkan sebagai tersangka, kasak-kusuk mencari kesalahan orang. Ini biang kerok namanya," tegas Ruhut, di DPR RI, Jakarta, Jumat (24/9).

Padahal kata Ruhut, Yusril adalah pakar hukum tata negara dan tahu mana-mana saja di antara undang-undang yang berpotensi bertentangan dengan praktek-praktek penyelenggaraan negara. "Hanya saja, itu tidak dia lakukan ketika dia punya akses untuk memperbaikinya," ujar Ruhut lagi.

Selain mengkritisi Yusril, Ruhut juga mengingatkan tentang sebuah lembaga survei, yakni LSI, yang disebutnya buru-buru mempublikasikan hasil penelitiannya tentang calon presiden terkuat 2014 mendatang. "LSI juga. Pemilu Presiden masih lama, yakni 2014, kenapa dia buru-buru mengumumkan hasil surveinya, yang meletakkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sebagai kandidat terkuat Presiden dalam Pemilu Presiden 2014 mendatang," ungkap Ruhut.

Karena dipublikasikannya hasil survei itu, kata Ruhut lagi, maka akhirnya itu mendorong Mahfud MD selaku Ketua Mahkamah Konstitusi untuk bertingkah laku yang aneh. "LSI mengumumkan Mahfud MD calon presiden terkuat. Mulailah dia membuat yang aneh-aneh," tegas Ruhut pula.

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

Ribuan Petani Demo di Istana

 
 

AKSI- Para demonstran yang terdiri dari beberapa organisasi petani mendatangi Istana Negara. Foto: Afni Zulkifli/JPNN
JAKARTA- Ribuan petani yang tergabung dalam berbagai aliansi bersama dengan mahasiswa, tumpah ruah didepan Istana negara, Jakarta, Jumat (24/9). Mereka melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional ke 50.

Para demonstran membawa berbagai spanduk, poster dan berorasi untuk meminta pemerintah  memperhatikan nasib para petani. Di antaranya datang dari Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Masyarakat Tani Indonesia, Konsorsium Pembaharuan Agraria dan puluhan elemen masyarakat tani lainnya.

Hingga pukul 11.00 WIB, demonstrasi berlangsung secara tertib dan damai. Meski demikian, terlihat ratusan aparat kepolisian dibantu TNI bersenjata lengkap berjaga-jaga di sekitar Istana Negara. Termasuk menyiapkan mobil water canon untuk mengantisipasi bila demonstrasi berlangsung  ricuh.

Dalam pernyataan sikapnya, para  demonstran menyebutkan bahwa meski sudah 50 tahun Hari Tani diperingati secara nasional, namun nasib petani di Indonesia masih menjadi kaum yang tetap terpinggirkan. Hal itu disebabkan karena banyak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kaum petani.

Berdasarkan data BPS (Sensus Pertanian 2003), menyatakan jumlah rumah tangga petani naik menjadi 25,4 juta atau terjadi kenaikan sebesar 5,4 juta rumah tangga dalam satu dekade terakhir. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat.

Namun jumlah rumah tangga petani kecil dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektare, baik milik sendiri maupun dengan cara menyewa, malah meningkat dari 10,8 juta keluarga tahun 1993 menjadi 13,7 juta keluarga tahun 2003.

Data BPS juga menunjukkan bahwa luas pertanian padi di Indonesia pada tahun 2010 hanya tinggal 12.870 juta hektar atau menyusut 0,1 persen dari tahun sebelumnya. Luas lahan pertanian secara keseluruhan diperkirakan saat ini berjumlah 19.814 juta hektar atau menyusut 13 persen dibanding tahun 2009.

Para demonstran pun meminta pemerintah untuk tidak melakukan impor beras, karena dinilai sangat merugikan para petani. Indonesia dikenal sebagai negara pengimpor pangan terbesar di dunia saat ini.

"Kami meminta tidak ada lagi impor beras. Juga meminta pemerintah segera redistribusikan 9,6 juta hektar tanah kepada rakyat tani melalui perbaruan agraria nasional," demikian orasi para demonstran.(fuz/afz/jpnn)

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

Konsepsi Negara Islam Bukan Rekaan Polisi Kapolri Tegas Teroris Ingin Rebut Kedaulatan

Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, menyatakan, kesimpulan bahwa pengambilalihan kedaulatan negara sebagai tujuan akhir para teroris di Indonesia bukan cerita yang direkayasa. Kesimpulan itu merupakan hasil penyelidikan dan pengumpulan fakta lapangan dari kelompok teroris yang kini masih terus beraksi.

"Ini bukan karangan atau prediksi, tapi ini konsep yang mereka (kelompok teroris) siapkan," ujar Kapolri dalam keterangan persnya di Mabes Polri, Jumat (24/9). Dijelaskannya, konsep pembentukan negara dengan ideologi Islam seperti yang diyakini para terosis merupakan tujuan akhir.

Menurut Kapolri, dalam proses awal para teroris menunjukkan eksistensi dengan melakukan serangkaian ledakan sejak awal tahun 2000 lalu. Objek serangannya berupa rumah ibadah dan asset-aset milik warga asing. Serangan ini disebut Polri sebagai Far Enemy (musuh jauh). Belakangan, serangan teror ini mendapatkan perlawanan sengit dari negara melalui kepolisian.

Sehingga kini, serangan itu juga diarahkan kepada polisi selaku alat negara yang menghalang-halangi aksi tersebut. Inilah yang kini disebut polri sebagai perubahan pola serangan dari Far Enemy menjadi Close Enemy (musuh dekat). Bahkan tak hanya negara yang dilawan, suasana perang yang mereka kobarkan membuat masyarakat yang dinilai berlainan faham boleh untuk diserang dan dihabisi. "Membunuh kita (polisi) dianggap halal karena kita juga dianggap orang kafir," tambahnya.

Hal itu juga terlihat dari beragam perampokan yang digunakan sebagai sarana penghimpunan dana. Terakhir adalah perampokan CIMB Niaga, Medan yang disebut polisi sebagai bagian dari Fa’i (perampokan untuk pengumpulan dana).

Menurut polisi, hasil rampokan digunakan untuk mendanai latihan militer seperti yang dilakukan di pedalaman Aceh. Polri menyimpulkan pelatihan itu bertujuan penyerbuan dan penembakan terhadap pejabat negara saat perayaan 17 Agustus lalu.

Dengan intensitas perlawanan ini, para teroris juga akan menjadikan Indonesia sebagai medan Jihad seperti Afganistan dan Pakistan yang memungkinkan datangnya para pejuang (mujahid) dari negara lain. "Mendatangkan mujahid dari Irak, Pakistan dan Afganistan, ini rencana mereka, dan merebut kekuasaan negara," tambahnya.(zul/jpnn)

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

Benarkah ada Perbenturan Budaya? Oleh: Abdurrahman Wahid

Profesor Samuel Huntington mengemukakan gagasannya bahwa sekarang terjadi perbenturan anatara peradaban Islam dengan budaya Barat. Segera pendapatnya berkembang ke seluruh dunia, menjadi perdebatan sangat menarik tentang peradaban modern. Bukankah dibalik bungkus perbenturan antara peradaban itu, sebenarnya dimaksudkan perbenturan antara peradaban Islam dan peradaban Barat modern? Huntington antara lain menyebutkan ciri-ciri khas peradaban Islam, yang membedakannya dari peradaban Barat modern. Perbedaan itu adalah perbedaan klasik antara sebuah peradaban yang bertumpu pada sistem hukum (dalam hal ini hukum Islam/fiqh) di satu pihak, melawan peradaban barat modern yang bertumpu pada materialisme di pihak lain. Benarkah apa yang dikemukakan Huntington itu? Apakah sikap yang harus kita ambil sebagai seorang muslim dalam hal ini?

Beberapa bulan setelah Huntington mengemukakan gagasan itu, penulis diundang, pada awal dasawarsa 90-an, oleh Surat Kabr Jepang terkemuka Yamiuri Shimbun di Tokyo, untuk mengikuti sebuah diskusi. Topiknya adalah perbenturan peradaban (Clash of Civilizations) yang menjadi gagasan Huntington itu. Di muka dua ribu orang peserta, penulis menyatakan kepadanya, bahwa Huntington terlalu mementingkan perbedaan antar pohon, yaitu antara ‘pohon Barat' dan ‘pohon Islam', tetapi melupakan ‘hutan' dari pohon yang dimaksud secara keseluruhan. Ia lupa bahwa tiap tahun, puluhan ribu orang kaum muda muslim belajar teknologi dan ilmu pengetahuan modern di negeri-negeri barat. Mereka tentunya bukan hanya belajar teknologi dan ilmu pengetahuan modern saja, tetapi juga peradaban barat itu sendiri. Belum lagi dihitung orang yang tidak belajar di sana, tetapi terkena pengaruhnya.

Anggap saja penulis adalah salah seorang diantara mereka. Penulis dapat mengatakan demikian karena sehari-hari ia berpakaian seperti orang barat, bercelana dan berbaju lengan pendek. Tetapi ini tidak berarti penulis menjadi orang Barat itu sendiri, atau ‘di Barat-kan' dalam perilaku sehari-hari. Penulis tidak pernah merasakan/mencicip minuman keras (alkohol) maupun makan daging babi atau anjing. Jadi, penulis hanya menjadi ‘seperti orang Barat', tanpa mengikuti mereka dalam segala hal. Tetapi, penulis juga bukan ‘lawan/musuh' orang Barat. Karenanya tentu sulit dibuat sebuah kategorisasi sesuatu sebagai produk peradaban Barat atau Islam. Posisi ditengah inilah yang kini menjadi posisi mayoritas kaum muslim diseluruh dunia. Dan ini yang tidak dimengerti oleh Huntington.

Juga harus dimengerti, Huntington menggunakan ukuran moralitas ganda dalam konsepnya itu. Kalau kelompok ultra-keras (orthodox) Yahudi melempari mobil yang lewat di Jerusalem pada hari Sabtu, karena keyakinan agama mereka bahwa orang dilarang bekerja hari itu -padahal menyetir mobil bukanlah pekerjaan-, maka Huntington akan ‘menilai' mereka memang aneh, tetapi tetap anak-anak peradaban Barat. Sedangkan kelompok-kelompok muslimin yang bertindak seperti itu di Jerusalem, akan disebut Huntington sebagai buah peradaban non Barat. Bukankah pengertian kita lalu dibuat rancu oleh Huntington dengan konsepnya yang bermoralitas ganda itu? Tetapi, moralitas ganda ini juga tidak hanya terbatas pada ‘orang-orang barat saja, melainkan juga di kalangan kaum Muslimin. Mereka berjubah, berjenggot, mengenakan serban dan membawa kelewang ke mana-mana, dapat dinilai dihinggapi rasa rendah diri.

Lalu, bagaimana kita seharusnya bersikap? jawabnya sederhana saja yaitu jadilah dirimu sendiri (be your self). Kata Prof. Jan Romeine dalam "Aera van Europa" yang terbit tahun 1954, menyebutkan adanya Pola Kemanusiaan Umum (Algemeen Menselijk Patroon). Pola pertama terjadi beberapa ribu tahun yang lalu, didasarkan pada tradisonalisme yang berintikan kekuasaan Raja yang bagaikan Tuhan dimuka bumi, perekonomian agraris, susunan masyarakat yang percaya kepada hal-hal gaib dan moralitas yang berpegang teguh kepada apa yang baik dan buruk. Pada abad ke-6 SM terjadi krisis pada peradaban-peradaban yang ada, sehingga diperlukan penegasan kembali wewenang Raja yang mewakili moralitas berTuhan satu. Lahirlah "Raksasa-Raksasa Moral" seperti Konghucu dan Lau Tse di Tiongkok, Shidarta Gautama di India, Zarathustra di Persia dan Akhnaton di Mesir. Mereka memperpanjang umur Pola Kemanusiaan Umum (PKU) I, kecuali para filosof Yunani kuno, seperti Thales, Socrates dan Plato. Para filosof itu mengembangkan ilmu pengetahuan yang menggunakan akal rasionalistik. Inilah ‘penyimpangan' pertama orang Barat dari PKU I itu, yang disusul oleh berbagai penyimpangan-penyimpangan lain terkemudian. Akibatnya, setelah para filosof itu meninggalkan panggung sejarah manusia, maka penyimpangan dilanjutkan dengan adanya kedaulatan hukum Romawi (Lex Romanum) disusul oleh perngorganisasian gereja, renaissance, abad pencerahan (Aufklarung), rasionalisme, revolusi industri, abad ideologi dan abad ketidakpastian (yaitu abad ke-20 M). Dari abad ke abad penyimpangan demi penyimpangan itu membuat dunia Barat pada akhirnya dapat memaksakan kehendak pada Pola Kemanusiaan Umum pertama, dan lahirlah sekarang Pola Kemanusiaan Umum ke dua.

Pada saat karya Romein itu lahir dipertengahan abad yang lalu, kita masih yakin akan supremasi "Dunia Barat" atas seluruh jagad raya. Namun pada abad ini keadaannya menjadi berubah. Peradaban Barat sendiri sekarang mengalami krisis yang mengancam supremasinya. Walaupun Amerika Serikat sebagai negara adi kuasa satu-satunya, masih mencoba menerapkan pola lama yang bersifat penggunaan kekuatan militer, dalam kenyataan ia mulai terdesak oleh kekuatan-kekuatan ekonomi baru seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Republik Rakyat Tiongkok. Munculnya Brazilia dan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru dalam perempat pertama abad ini akan membuat model geopolitik lama, yang didasarkan pada kekuatan senjata akan segera usang. Ini adalah "kenyataan sejarah" yang tidak dapat diingkari oleh siapapun.

Apa yang disebutkan di atas, pada akhirnya memaksakan hal-hal yang tidak terduga sebelumnya. Diantaranya adalah munculnya sasaran baru dalam kehidupan kita bersama sebagai umat manusia. Umpamanya saja Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dalam pemilu legislative yang penuh kecurangan oleh Komisi Pemilihan Umum tahun ini, mengemukakan empat buah sasaran yang menggambarkan kenyataan tadi. Empat sasaran itu adalah: demokratisasi Indonesia (yang harus ditunda dahulu pelaksanaannya); Membuat Indonesia menjadi "pimpinan" Dunia Islam; Membuat masalah-masalah dunia didiskusikan secara tetap di lingkungan negara-negara berkembang; Dan pendapatan manusia Indonesia menjadi 10.000 US$/ tahun. Orang masih tertawa akan hal ini, tetapi penulis melihat cara-cara untuk mewujudkannya dalam waktu 10-15 tahun yang akan datang.

Kalau sasaran itu tercapai, maka kombinasi antara kekuatan-kekuatan kultural, politik dan ekonomi akan membuat keseimbangan keadaan berubah sama sekali. Dalam percakapan dengan Wakil Menhan AS Paul D. Wolfowitz dan Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Munchen, Jerman baru-baru ini, penulis menyatakan bahwa penyerbuan Bush ke Iraq beberapa bulan lalu, tidak disertai kejelasan struktur politik mana yang dikehendaki AS, serta tidak memperhitungkan reaksi negara-negara tetangga Iraq. Di Iraq diperlukan pemerintahan Federal karena orang-orang Kurdi, Sunny dan Syi'I hanya dapat hidup bersama secara damai dalam struktur negara yang demikian. Sedangkan negara-negara tetangga seperti Saudi Arabia, Kuwait, Jordania, Syria, Turkey dan Iran yang belum sepenuhnya demokratis, tidak akan membiarkan Iraq tumbuh menjadi kuat dan demokratis sekaligus, seperti dicanangkan Bush. Mereka ingin melihat Iraq yang demokratis tapi lemah, atau Iraq yang tidak demokratis tapi kuat. Hal-hal seperti inilah yang membuat konsep-konsep seperti dikembangkan Huntington dan Jan Romein yang disebutkan di atas, menjadi kacau dan tidak relevan. Menarik sekali untuk melihat sejarah dunia dengan cara seperti itu, bukan?

Jakarta, 16 Oktober 2004

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified