Senin, 24 Januari 2011

Berdirinya Istana DPR: Sebuah Simbol Kejatuhan

“Kami bercita-cita, ingin agar DPR menghasilkan produk berkualitas. Kalau orang bilang, belum kerja sudah minta bangunan baru, kami berpikirnya jauh ke depan. Nilai Rp 1 triliun dibandingkan Rp 1.100 triliun yang diawasi oleh Dewan tidak ada artinya.” 
(Marzuki Alie_www.kompas.com)

 
Satu cerita lagi mampir ke gedung perwakilan rakyat akhir-akhir ini. Jika dulu para wakil kita ini merengek meminta penambahan gaji sekarang mereka menginginkan tempat kerja baru senilai 1.1 triliyun rupiah. Mereka berdalih pembangunan ini akan membantu mereka untuk meningkatkan kinerja dan pengawasan oleh dewan terhormat tersebut. 

Jika kita menilik gedung DPR saat ini, kapasitas bangunan ini hanya mencapai 800 orang tetapi gedung ini dipakai oleh 2500 orang. Jumlah penghuni DPR semakin banyak karena jumlah perwakilan dan staf dan asisten pribadi bertambah dari tahun ke tahun. 

Penambahan jumlah penghuni tersebut sayangnya tidak diikuti dengan semakin banyaknya aspirasi masyarakat yang ditangkap oleh jaring DPR. Malah yang ada adalah guyonan dari ulah tingkah laku DPR yang menjurus pada suatu tindakan yang tidak bermoral. 

Zaman dahulu pernah ada sepenggal cerita pada masa pemerintahan Sa’ad di wilayah Madain yang saat itu jatuh ke tangan orang muslim. Pada awalnya pasukan Islam merasa tidak cocok dengan wilayah yang ditempatinya. Atas ijin khalifah, maka pemimpin Sa’ad berpindah ke tempat yang lebih nyaman di daerah Kufah. Setelah memperoleh tempat yang aman mereka mendirikan bangunan agar mereka dapat tinggal dengan layak. 

Beberapa tahun kemudian terdengar cerita mengenai pemerintahan Sa’ad dan istana megahnya ke telinga khalifah. Lalu khalifah mengutus perwakilan untuk menemui Sa’ad di istananya. Utusan itu membawa surat yang berbunyi “Sudah sampai beritanya kepada saya bahwa engkau mendirikan gedung yang megah untuk dirimu sendiri. Di depannya engkau dirikan gapura yang memisahkan engkau dan rakyatmu.gedung itu bukanlah gedungmu, tetapi gedung keruntuhanmu karena telah memisahkan dirimu dengan rakyatmu”

Membaca surat itu maka Sa’ad langsung merobohkan tembok pembatas yang megah beserta istananya. 

Gedung DPR saat ini adalah gedung mewah diatas gubuk-gubuk sederhana milik rakyatnya. Di dalam gedung itu perwakilan rakyat berbicara mengenai kemiskinan dan hak-hak rakyat kecil yang terabaikan. Bagaimana mereka mampu merasakan penderitaan rakyat jika mereka terus merengek meminta tunjangan dan kenyamanan. Sungguh hal yang miris apabila pembangunan gedung ini tidak dilatarbelakangi dari pelajaran atas sejarah masa lalu. Gedung DPR yang saat ini eksklusif hanyalah pembatas antara wakil rakyat dengan rakyatnya.

Tengok saja para demonstran yang mengalami kesulitan untuk memasuki gedung itu hanya ingin menuntaskan haknya menyampaikan aspirasi rakyat. Gedung DPR adalah sebuah simbol kedaulatan rakyat. Jika pembangunan itu mudah diakses oleh rakyat maka DPR tidak akan mengulang sejarah yang berlalu. Tetapi jika gedung itu hanyalah sebuah simbol kemewahan, maka sesungguhnya itu adalah simbol kejatuhan.  
   

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified