Minggu, 23 Januari 2011

Konsepsi Hukum yang Ekivalen Dalam Penegakan Supremasi Hukum Bagi Masyarakat Kelas Bawah Serta Distribusi Bantuan Hukum yang Memadai

Ada yang terasa menggangu disaat kita melihat realita yang terjadi di masyarakat dewasa ini. Gaung Supremasi Hukum tak pernah terdengar. Ketimpangan hukum terjadi di mana-mana dan seolah –olah hukum merupakan hal yang abstrakis serta dapat dipelintir sesuai dengan status sosial masyarakat. Menilik beragai kasus yang muncul di media selama ini sebenarnya adalah bukti kuat bahwa pembuat hukum dan para pratiksi hukum di negara ini membutuhkan uang lebih dalam melanjutkan hidupnya sehingga siapa yang mempunyai uang lebih maka ia akan dibantu habis-habisan.

Hukum macam apa yang cocok untuk kultur bangsa ini. Semua sumber hukumnya lengkap dan memadai hasil dari padanan hukum kolonial ditambah perumusan selanjutnya yang dirumuskan putra bangsa sendiri. Ada apa gerangan jika kini hukum dinegara ini dikatakan lebih menghukum warganya sendiri sebelum ia terhukum. Luar biasa! Ini adalah pandangan yang bukan pandangan relatif di masyarakat lagi. Ini menjadi pandangan umum bahwa hukum memang telah menjadi rahasia umum bahwa ia adalah barang yang dapat dibeli dengan harga yang cocok. Bertaburan para pengacara di media masa dalam menjaalankan bisnisnya adalah hasil dari betapa kerasnya hukum di negara ini dikelola. 

Dari kebanyakan terdakwa hukum yang bisa didampingi pengacara adalah sekelompok orang yang mampu membeli jasanya? Lalu bagaimana dengan masyarakat kelas bawah dalam membela dirinya yang merupakan hak asasinya. Akankah mereka dicampakkan begitu saja dengan memberikan bantuan hukum seadanya bahkan tak bisa didampingi. Sebuah pertanyaan bergulir dalam benak kita? Untuk siapakah hukum bangsa ini ? apakah para tersangka yang ada di bui kini tak semuanya oranya yang bersalah dimata hukum namun ia adalah orang yang buta dengan hukum parahnya tak pernah ada pensehat hukum yang membantunya alih-alih dengan tak tersedianya dana untuk membeli jasa tersebut. Hukum merupakan suatu aturan yang sangat mengikat. Namun jika tali pengikat itu adalah sebuah belenggu yang rapuh akakah ia bertahan lama. Akankah hukum dibangsa ini akan terus dipertahankan, ditengah carut marut yang stabilitas politik bangsa ini sangat memungkinkan adanya praktek intervensi hukum yang sangat lazim dimasyarakat di masa lalu. Hak msyarakat untuk memdapatkan pebeleaan dalam peradilan yang seharusnya diurusi oleh para penasehatnya pun hanya angan –angan belaka terjadi di masyarakat. Dapat dibanding jika seorang pecuri ayam saja bisa terpenjara selama lima tahun jika dibandingkan dengan para koruptor yang hanya dipenjara sekitar satu sampai dua tahun. Itulah tempat dimana bergeraknya bantuan hukum yang lincah di negeri ini. 

Masyarakat di bangsa ini sangatlah rendah mutu pendidikannya sehingga dapat dimungkin jika mereka buta akan hukum yang ada dibangsa ini. Yang mereka tahu hanyalah norma-norma yang tersiar di mayarakat yang tak mengikat namun hanya memberikan sebuah perasaan di hatinya. Dalam mengetahau seberapa pahamnya masyarakat tentang hukum mereka sendiri yaiatu menjadikan pendidikan sebagai tolak ukur yang ampuh walaupun hal ini tak mutlak. Kita bericara realita sosial yang terjadi di mayarakat sekarang. Bantuan hukum terhadap mereka tak memadai. perlu sebuah aturan yang menjamin masyarakat dapat memberikan kekuatan bagi mereka untuk menggugat hukuman yang mereka terima paling kecil adalah diberikan suara untuk sedikit membela dirinya. Sehingga Supremasi hukun dapat diterima dengan lapang dada tentunya dengan harapan mereka tahu konsepsi hukumnya sendiri.

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified