Senin, 29 November 2010

Posmodernisme Dalam Ekonomi Politik Media Massa

Posmodernisme adalah nama gerakan di kebudayaan kapitalis lanjut, secara khusus dalam seni. Istilah Posmodernisme muncul pertama kali di kalangan seniman dan kritikus di New York pada tahun 1960 dan diambil oleh para teoritikus Eropa pada tahun 1970-an. Tokoh yang sering diasosiasikan dengan Posmodernisme antara lain Derrida, Lyotard, dan Baudrillard dalam filsafat.
Menurut Jean – Francois Lyotard dalam bukunya The Postmodern Condition, menyerang mitos yang melegitimasi zaman modern (narasi besar), pembebasan progresif humanitas melalui ilmu dan gagasan bahwa filsafat dapat memulihkan kesatuan untuk proses memahami dan mengembangkan pengetahuan yang secara universal valid untuk seluruh umat manusia. Dan banyak orang sadar dalam beberapa hal sejak Perang Dunia II masyarakat Barat mengalami perubahan sifat yang radikal. Para teoritikius sosial menggunakan berbagai macam istilah : masyarakat media, masyarakat tontonan, masyarakat konsumen, masyarakat konsumen terkendali yang birokratis serta masyarakat pascaindustri untuk mejelaskan perubahan ini. Namun penjelasan masyarakat itu yang paling populer saat ini adalah masyarakat postmodern. Lyotard adalah pemikir posstrukturalis yang mengadopsi pendirian postmodern. Di satu sisi, posmodernisme merupakan satu jenis masyarakat baru, tetapi juga, disisi lain, merupakan istilah baru bagi posstrukturalisme dalam dunia seni.
Baudrillard mendasarkan pemikirannya dalam sketsa historis transisi dari modernitas ke posmodernitas. Dalam tulisannya bahwa dunia di konstruksi dari model atau simulacra yang tidak merujuk atau mendasarkan diri pada realitas apapun selain dirinya sendiri. Tahap pertama simulacrum dapat disebut sebagai ”modernitas awal”, tahap kedua ”modernitas” dan tahap ketiga ”posmodernitas”. Tahap-tahap ini tidak dapat dikatakan atau disebut sebagai sejarah universal.
  • Modernitas awal : periode dari renaisans sampai permulaan revolusi industri.
  • Modernitas : kebangkitan revolusi industri yang membawa masuk kedalam tahap simulacrum yang kedua.
  • Posmodernisme : dalam sistem ini yang terbentuk setelah perang dunia II, landasan teoritis sistem kekuasaan telah bergeser dari ekonomi politik Marxis ke semiologi strukturalis. Apa yang dipandang Marx sebagai bagian modal yang nonesensial seperti iklan, media, informasi dan jaringankomunikasi berubah menjadi bagian esensial.
Menurut Baudrillard, media massa menyimbolkan zaman baru dimana bentuk produksi dan konsumsi lama telah memberi jalan bagi semesta komunikasi yang baru. Pemikiran serta teori Baudrillard dan Lyotard diatas akhirnya memberikan kesimpulan atau sebuah akibat positif sehubungan dengan berkembangya teori Marx. Selain itu Vincent Mosco dalam bukunya yang berjudul “The Political Economy of Communication “ menyebutkan bahwa :
Penelitian sejarah dalam ekonomi politik penyiaran dan telekomunikasi memiliki titik focus pada hubungan erat antara kekuatan politik pusat dan kekuatan pusat media (Mosco,1996:89).
Batasan-batasan posmodernisme
Gagasan bahwa media massa mengambil alih “realitas” jelas-jelas melebih-lebihkan arti pentingnya. Media massa memang penting tapi tidak sedemikian penting. Pernyataan ini agaknya lebih sejalan dengan suatu ideology media yang berasal dari berbagai kepentingan mereka yang bekerja di dalam dan mengendalikan media. Gagasan ini kurang memberikan suatu analisis serius mengenai pandangan terhadap kegagalannya mengidentifikasi secara tepat betapa pentingnya hal ini maupun memberikan landasan empiris atas pernyataan yang dibuat. Gagasan ini juga mengabaikan perihal faktor-faktor lain seperti kerja dan keluarga, yang memberikan kontribusi bagi konstruksi “realitas”. Gagasan terkait bahwa budaya media populer mengatur konsumsi bersandar pada asumsi-asumsi yang tidak disubstansikan mengenai perilaku orang-orang sebagai konsumen.
Para teoritikus yang menganggap posmodernisme muncul agaknya banyak menyuarakan kecemasan dan ketakutan yang banyak diungkapkan melalui kritikus budaya massa maupun Mazhab Frankfurt. Hal ini tampak jelas pada sejumlah argument yang dikemukakan oleh teori postmodern. Sebagai contoh, gagasan-gagasan bahwa identitas personal dan kolektif sudah terkikis, bahwa budaya populer modern adalah sebuah kebudayaan sampah, bahwa seni sedang berada dalam ancaman dan bahwa peranan media yang makin besar memberi mereka kesempatan untuk melaksanakan pengaruh ideologisnya yang kuat terhadap khalayaknya, semuanya memberikan bukti yang jelas mengenai hal ini.
Tidak hanya bahwa terlalu besar arti penting yang diberikan pada konsumerisme dan kekuatan media seperti tv, tapi juga pernyataan-pernyataan yang dibuat jarang disubstansikan dengan bukti apapun. Selain itu, tidak banyak perhatian yang diberikan pada hal-hal seperti sifat kehidupan sehari-hari orang, sikap populer terhadap konsumsi, kesinambungan identitas, dan kemungkinan berbagai identitas alternatif yang muncul dalam perjalanan waktu. Kesulitan utama lainnya dalam kaitannya dengan posmodernisme terletak pada asumsi bahwa metanarasi sudah mengalami kejatuhan.
Posmodernisme dan film
Film populer selalu berusaha memberikan tontonan kepada khalayak luas sejak masa-masa awalnya, film memikat khalayaknya berdasarkan peristiwa-peristiwa spektakuler yang bisa dihadirkannya di layar. Mengatakan bahwa posmodernisme berhubungan dengan tontonan berarti melupakan sejarah dan salah menafsirkan sifat film. Sudah jelas kiranya, tontonan yang disajikan di layer dewasa ini berbeda dengan tontonan pada masa peralihan abad ini dalam pengertian apa yang dapat dicapai. Bagaimanapun juga, dengan adanya konteks teknis maupun cultural tersebut, tidak ada alasan untuk mengandaikan bahwa sebuah era lebih memperhatikan tontonan dibandingkan dengan era yang lain. Lebih daripada itu, cerita masih menjadi salah satu aspek penting daya tarik film kontemporer. Film-film back to the futuremungkin bisa menjelaskan pernyataan-pernyataan postmodern mengenai kegamangan atas ruang dan waktu namun film-film itu juga dikukuhkan oleh narasi yang kuat dan kompleks. Demikian pula halnya dengan sebuah film spektakuler seperti Blade Runner mempunyai sebuah cerita mengenai usaha-usaha penyamaran oleh ilmu pengetahuan untuk membuat replika kehidupan manusia, dan juga kisah-kisah tragis yang dialami para replikanya, sebuah tema yang kembali pada novel Frankenstein karya Mary Shelley.
Posmodernisme dalam Ekonomi Politik Media
Vincent Mosco dalam bukunya “The Political Economi of Communication” secara tersirat menyebutkan bahwa Posmodernitas dengan ekonomi politik tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Hal tersebut terbukti dari beberapa teori dalam buku Mosco yang mengupas tentang adanya keterkaitan hal tersebut diatas. Diantara teori-teori tersebut adalah komodifikasi, spasialisasi dan strukturalisasi.
Komodifikasi menurut Karl Marx ialah kekayaan masyarakat dengan menggunakan produksi kapitalis yang berlaku dan terlihat seperti “kumpulan komoditas (barang dagangan) yang banyak sekali”; lalu komoditi milik perseorangan terlihat seperti sebuah bentuk dasar.Oleh karena itu kami mulai mengamati dengan sebuah analisis mengenai komoditi (barang-barang dagangan) (Mosco,1996:140). Komodifikasi diartikan sebagai transformasi penggunaan nilai yang dirubah ke dalam nilai yang lain. Dalam artian siapa saja yang memulai kapital dengan mendeskripsikan sebuah komoditi maka ia akan memperoleh keuntungan yang sangat besar.
Spasialisasi ialah sebuah sistem konsentrasi yang memusat. Dijelaskan jika kekuasaan tersebut memusat, maka akan terjadi hegemoni. Hegemoni itu sendiri dapat diartikan sebagai globalisasi yang terjadi karena adanya konsentrasi media. Sebagai contoh, media barat yang menyebarkan budaya mereka melalui media elektronik. Dari adanya hal tersebut memunculkan translator (orang-orang yang tidak dapat menyaring budaya) yang akirnya berakibat budaya barat menjadi budaya dunia. Dan kelompok hegemoni itu sendiri adalah kelompok yang menguasai politik, media dan teknologi sekaligus.
Strukturalisasi merupakan salah satu karakteristik yang penting dari teori struktural. Yang didalammya menggambarkan tentang keunggulan untuk memberi perubahan sosial sebagai proses yang sangat jelas mendeskripsikan bagaimana sebuah struktur diproduksi dan diproduksi ulang oleh manusia yang berperan sebagai pelaku dalam struktur ini.
Posmodernisme menurut Baudrillard ditunjukkan dengan adanya Hipperrealitas (melebihi segala sesuatu yang ada). Maka komodifikasi, spasialisasi dan strukturalisasi memang sangat erat kaitannya dengan posmodernisme yang mendasarkan segala sesuatu dengan hal-hal yang penuh dengan imajinasi dan provit oriented (orientasi pada uang). Telah dijelaskan dalam uraian diatas yang dicontohkan dengan Film Back to the Future yang laku keras dipasar karena ceritanya yang sangat imajinatif yang merupakan gambaran dari Posmodernisme itu sendiri.

Literatur:
Mosco,Vincent, The Political Economy Of Communication, SAGE Publications, London, 1996.

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

0 komentar:

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified