Selasa, 30 November 2010

Melahirkan UMKM “Pemberontak” di Era Pasar Bebas

(Memanfaatkan Peluang di Tengah Terpaan Krisis Ekonomi Global)
Krisis ekonomi global yang melanda pada tahun 2007 diawali dengan krisis perbankan di Amerika Serikat. Krisis tersebut diakibatkan karena kredit macet untuk perumahan menengah bawah atau lebih dikenal dengan subprime mortgage. Masalah tersebut kemudian menjadi pemicu timbulnya krisis perbankan di Amerika. Krisis yang terjadi di Amerika kemudian meluas ke negara-negara dunia terutama Eropa karena mayoritas negara tersebut terintegrasi dengan sistem yang sama, yaitu “pasar bebas”.
Di kawasan Asia Pasifik sendiri krisis ekonomi menyebabkan pertumbuhan ekonomi menurun, banyak institusi keuangan yang bangkrut, inflasi meningkat dan indeks bursa mengalami koreksi. Sebagai contoh adalah negara Singapura, pertumbuhan ekonomi Singapura mengalami penurunan akibat menurunya intensitas ekspor ke Amerika Serikat. Bahkan China yang diyakini tidak akan terganggu dengan adanya krisis, diluar dugaan juga harus merasakan efek tersebut akibat intensitas ekspor ke negara-negara di Amerika dan Eropa menurun.
Walaupun jarak antara Indonesia dan Amerika sangat jauh, namun imbas dari krisis tersebut secara nyata turut dirasakan oleh Indonesia. Petumbuhan Domestik Produk yang pada tahun 2006 mencapai 6.3 %,akibat krisis pada tahun 2009 ini hanya mencapai 6 % saja. Salah satu fakfor yang mempengaruhi PDB adalah penurunan jumlah ekspor produk Indonesia. Pada tahun 2007 net ekspor Indonesia 26.5miliar USD, sedangkan pada tahun 2008 menurun menjadi 22,3 miliar USD.
Penurunan ekpor tersebut diakibatkan karena pembatalan kontrak ekspor dari negara Amerika dan Eropa yang notabene adalah negara tujuan ekspor Indonesia. Selain itu menurunnya nilai mata uang rupiah juga mengakibatkan perusahaan eksportir harus mengeluarkan biaya lebih karena sebagian bahan baku produksi diperoleh dari impor. Pendapatan perusahaan dari ekspor pun menurun karena menurunnya nilai rupiah. Akibatnya perusahaan terpaksa melakukan efisiensi tenaga kerja agar dapat bertahan di tengah deraan krisis global saat ini.
Namun ditengah terpaan badai krisis global, tidak semerta-merta memporak-porandakan perekonomian Indonesia. Indonesia masih memiliki UMKM yang mampu tetap bertahan dari terpaan badai tersebut. Berdasarkan data UMKM pada tahun 2007 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan usaha menengah mencapai 6, 84% sedangkan usaha kecil mencapai 6, 34 %. Kontribusi terhadap ekspor juga cukup tinggi pada tahun 2007 yaitu sebesar sebesar 20,02% dari total ekspor non-migas Indonesia, sedangkan ekspor Usaha Besar (UB) masih menjadi dominasi utama bagi ekspor non-migas Indonesia sebesar 79,98%.
Namun demikian sektor UMKM juga tidak luput dari berbagai masalah. Mengingat basis usahanya adalah dari kalangan masyarakat sendiri atau lokal, industri ini masih memiliki batasan-batasan yang membuatnya sulit untuk berkembang, bahkan sulit untuk mempertahankan diri jika terjadi suatu permasalahan. Apalagi saat ini Indonesia telah memasuki pasar bebas, mau tidak mau persaingan usaha tidak hanya dalam ruang lingkup negara Indonesia tetapi seluruh dunia.
Melihat kondisi perekonomian Indonesia yang sedang didera krisis, ada berbagai masalah yang harus dihadapi oleh UMKM. Pemerintah harus memberikan perhatian lebih terhadap UMKM karena mereka adalah mayoritas industri di Indonesia yang berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2008 Kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar Rp 1.778 triliun (53,3 persen), UMKM juga mampu menyerap 96% dari tenaga kerja Indonesia. Oleh karena itu tidak ada dalih bagi pemerintah untuk mengesampingkan sektor ini.
Sebuah krisis membuat semua negara di dunia terutama di Indonesia terjun bebas dan ambruk, tetapi dibalik kejatuhan itu pasti akan ada sebuah momentum “tinggal landas” bagi perekonomian kita. Tentu saja momen itu tidak bisa ditunggu, tetapi harus diadakan atau diusahan. Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, UMKM adalah salah satu jalan untuk meninggalkan krisis tersebut. Jika UMKM telah membuktikan eksistensinya pada krisis 1998, maka kita harus optimis terhadap sektor ini. Tetapi hal itu tidak mudah, karena diperlukan berbagai usaha untuk menciptakan UMKM yang mampu memberontak di tengah krisis dan pasar bebas ini.

Hambatan-hambatan UMKM
Krisis yang terjadi pada tahun 1998 memberikan suatu bukti bahwa UMKM mampu tetap bertahan walaupun sektor perbankan porak-poranda akibat badai krisis tersebut. Hal itu disebabkan karena UMKM tidak banyak menggunakan utang dari perbankan atau utang luar negeri, keseluruhan modal menggunakan input lokal dan orientasi produk adalah luar negeri.
Namun faktanya UMKM sering tidak mampu bertahan pada permasalahan yang terjadi akibat instabilitas perekonomian dalam negeri. Survei terhadap pelaku UMKM di DI Yogyakarta menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM menyebabkan 18.734 pelaku usaha tersebut di daerah ini semakin terpuruk, bahkan kreditnya terancam macet. Berdasarkan pengakuan UMKM, sebanyak 73% dari total responden mengatakan usaha mereka terpengaruh oleh dampak kenaikan harga BBM. Survei ini sejalan dengan survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi usaha mikro sebesar 34%, usaha kecil 24,6%, dan usaha menengah 129,6%1.
Oleh karena itu diperlukan suatu analisis terhadap permasalahan yang dihadapi agar UMKM mampu bertahan dan berkembang semakin baik. Secara garis besar ada dua hambatan utama yang dihadapi oleh UMKM, yaitu dari sisi internal dan eksternal.
Faktor internal dilihat dari kacamata internal organisasi UMKM sendiri. Kebanyakan UMKM masih dikelola secara tradisional dan sederhana karena basis SDM berasal dari orang lokal dengan kualitas yang pas-pasan. Akibatnya manajemen usaha dan resiko dilakukan dengan kurang baik. Terbatasnya modal juga sering menjadi kendala bagi UMKM. Modal menjadi hal yang penting karena berpengaruh signifikan dalam proses produksi. Selain itu UMKM sering mengalami kesulitan untuk mengembangkan usaha akibat minimnya modal yang dimiliki sehingga perkembangannya stagnan. Lemahnya jaringan dan penetrasi pasar juga menjadi kendala dalam memasarkan produknya. Apalagi saat ini UMKM bersaing keras di tengah pasar bebas.
Hambatan kedua berasal dari faktor eksternal atau diluar organisasi UMKM. Hambatan itu meliputi iklim usaha yang masih labil, seperti adanya kenaikan BBM yang terjadi pada tahun 2008. Masuknya bisnis-bisnis besar ke daerah juga menambah tingkat persaingan lokal. Jika melihat faktor modal dan pengelolaanya maka UMKM tertinggal jauh dengan industri besar tersebut. Membanjirnya produk-produk luar negeri juga menjadi hambatan UMKM, karena biasanya harga produk mereka lebih murah dan berkualitas. Contohnya saat ini UMKM harus bersaing dengan produk-produk dari China dan Thailand yang terpaksa mengalihakan orientasi produknya ke pasar regional Asia akibat adanya krisis global.

Peluang UMKM di Tengah Krisis dan Pasar Bebas
Permasalahan yang terjadi akibat adanya krisis global ini dapat ditanggapi dengan berbagai macam respon. Krisis global menimbulkan efek negatif tetapi di sisi lain krisis juga mampu dipandang sebagai peluang untuk berusaha. Krisis 1998 memberikan bukti bahwa dibalik muramnya atmosfer yang kelam, sosok seorang Sandiaga S. Uno mampu memanfaatkan peluang di tengah celah-celah langit kelam itu sehingga lahirlah Recapital Advisor dan Saratoga Investama yang dapat kita lihat eksistensinya sampai saat ini.
Setiap krisis pasti memiliki periode titik tinggal landas dimana perekonomian akan membaik. Namun pertanyaannya apakah sektor usaha harus menunggu ataukah membuat peluang itu? Terkait dengan UMKM, dibalik krisis global yang menimpa Indonesia saat ini ada beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan.
Pada tahun 2007 pemerintah menerbitkan paket kebijakan baru sebagai tindaklanjut Instruksi Presiden No. 6/2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembagan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan dukungan dan kemudahan untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif berskala mikro/ informal, terutama di kalangan keluarga miskin, di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan UMKM tersebut dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelelolaan usaha, peningkatan akses kelembagaan keuangan mikro, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing2. Dengan adanya kebijakan tersebut maka UMKM diharapkan akan siap bersaing dengan pesaingnya karena kemudahan-kemudahan yang diperoleh dari kebijakan tersebut.
Saat ini negara-negara di Asean dihadapkan pada perdagangan global yang syarat dengan nuansa persaingan. Untuk melindungi industri-industri di negara ASEAN maka dibentuk Asean Economic Community (AEC). Tujuan dari AEC seperti yang digariskan dalam Visi ASEAN 2020, yaitu menciptakan sebuah kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan kompetitif, yang dibarengi dengan terdapatnya kebebasan arus barang, jasa, investasi dan pekerja terampil serta arus modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang sederajat dan pengurangan tingkat kemiskinan serta perbedaan tingkat sosial ekonomi.
Pada waktu KTT ASEAN ke 12 di Cebu pada tahun 2007 menyepakati adanya percepatan AEC yaitu pada tahun 2015 dan salah satu isinya adalah meningkatkan daya saing sektor UMKM. Dengan adanya AEC tidak hanya memberikan manfaat berupa perluasan pasar namun juga perluasan kerjasama yang dapat terjalin antar negara tetangga. Kerja sama tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar ketimbang sebelum dilangsungkannya AEC.
Selain itu penemuan-penemuan dalam bidang teknologi juga dapat dijadikan peluang. Dengan adanya penemuan-penemuan baru maka UMKM dapat memanfaatkannya untuk membuat suatu produk yang baru dan unik. Penemuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku, misalnya penemuan bahan bakar alternatif sebagai substitusi BBM.
Peluang-peluang diatas terbuka lebar bagi UMKM, tinggal bagaimana pemerintah sebagai regulator dan UMKM peka dalam memanfaatkan peluang tersebut karena mau tidak mau UMKM harus bersaing di dalam pasar global. Namun diperlukan suatu proses perbaikan UMKM agar menjadi sosok pemberontak yang kuat.

Menciptakan UMKM “pemberontak”
Badai krisis jika ditilik lebih lanjut juga memiliki celah sempit untuk berinovasi atau berusaha. Namun melihat kondisi UMKM saat ini diperlukan berbagai usaha agar UMKM siap tinggal landas dari krisis menuju pasar bebas. Apalagi saat ini UMKM sering diperlakukan sebagai anak tiri padahal UMKM memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan tanggung jawab kita untuk menciptakan UMKM pemberontak.
Ada beberapa komponen pemberdayaan UMKM yaitu pemerintah, perbankan, UMKM sendiri dan masyarakat. Dari sisi pemerintah, ia harus menciptakan lingkungan usaha yang kondusif sehingga UMKM dapat berusaha dengan aman. Misalnya dengan penyederhanaan perijinan usaha, peringanan pajak, atau subsidi terhadap bahan baku. Selain itu perbaikan fasilitas penunjang juga harus dilakukan secara bertahap. Tanpa adanya fasilitas penunjang yang baik, misalnya ketersediaan energi dan sarana transportasi maka UMKM akan mengalami kesulitan untuk berusaha.
Selain itu masalah permodalan yang dihadapi saat ini juga perlu diperhatikan. Walaupun saat ini perbankan sudah mulai memberi perhatian pada UMKM tetapi diperlukan regulasi dari pemerintah sebagai jaminan ketersediaan modal bagi UMKM. Progam-progam kredit lunak seperti P3KUM, SUP005, DNS-LH, KUR, SP3-Deptan perlu dilanjutkan dan disebarluaskan. Tentu saja selain pemberian kredit lunak, pemerintah juga harus memberikan pengawasan agar modal itu dapat digunakan dengan baik.
Perdagangan bebas yang mulai meluas ke seluruh penjuru dunia sering membuat UMKM kalah bersaing. Oleh karena itu pemerintah harus membuat undang-undang proteksi bagi UMKM. Jika kita melihat di pasar dalam negeri saja, kita dapat melihat UMKM kalah bersaing dengan bisnis waralaba. Jika tidak ada undang-undang proteksi, jangankan bersaing di kancah global, di pasar lokal pun meraka harus berusaha keras untuk mempertahankan industrinya.
Pemerintah juga perlu melakukan publikasi masif terhadap produk-produk UMKM di luar negeri. Publikasi diperlukan sebagai pembuka jalan bagi produk-produk tersebut ke pasaran dan untuk menarik permintaan.
Sektor perbankan tidak bisa lepas dari permberdayaan terhadap UMKM. Melihat hambatan-hambatan yang dihadapi saat ini perbankan memberikan perhatian atau hak khusus bagi UMKM. Pertama, perbankan harus membuat prosedur khusus untuk memudahkan UMKM memperoleh bantuan modal. Kedua, meningkatkan jaringan pelayanan dan SDM agar progam-progam khusus dapat disebarluaskan dan dijalankan dengan baik.
UMKM sebagai subyek utama dari permberdayaan tersebut perlu melakukan reformasi besar-besaran. Pertama, UMKM harus memperbaiki sistem kelembagaannya. Jika masih dikelola secara tradisional maka UMKM tidak akan mampu mengimbangi perubahan zaman yang sangat dinamis sehingga akan terjadi shock akibat culture lag. Akibatnya akan timbul berbagai permasalahan, misalnya masalah teknologi dan efisiensi.
Kedua, peningkatan SDM. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mengikuti atau mengadakan pelatihan-pelatihan berkala. Pelatihan tersebut dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah atau lembaga-lembaga terkait. Dengan demikian biaya pelatihan dapat direduksi dan pelatihan tersebut dilakukan secara tersistem.
Ketiga, membuat asosiasi perkumpulan usaha sejenis. Saat ini banyak terdapat UMKM yang memiliki usaha yang sama atau sejenis. Akibatnya sering timbul persaingan dari UMKM sendiri. Oleh karena itu diperlukan asosiasi perkumpulan usaha sejenis untuk menghindari persaingan tersebut.
Keempat, menciptakan kemitraan. Selama ini kegiatan ekpor yang dilakukan oleh pihak ketiga sehingga perolehan laba UMKM menjadi berkurang dan harga produk semakin mahal karena pihak ketiga juga menginginkan laba. Jika hubungan itu dapat diubah menjadi kemitraan maka harga produk akan dapat diminimalisir.
Komponen terakhir dalam permberdayaan UMKM adalah masyarakat. Usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membeli dan menggunakan produk UMKM. Saat ini kecintaan terhadap produk dalam negeri masih rendah akibatnya UMKM sering kalah bersaing karena masyarakat lebih menyukai produk luar negeri. Diperlukan suatu gerakan dari masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri sehingga UMKM dapat berkembang dan memberontak di era pasar bebas ini.

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

0 komentar:

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified